Tempat menumpahkan segala pemikiran dan solusi plobema ummat di seluruh indonesia khususnya,sampai kepenjuru dunia umumnya

Cara ucapkan selamat datang

Jangan lupa selalu kunjungi web aku agar tidak ketinggalan berita update terbaru yang ada di situs rama-aswaja.blogspotcom.jangan lupa juga ditinggal jejak/komentar di aswaja-rama.blogspot.com

orang mukmin pun bisa bangkrut

Mari kita sama-sama berbakti dan taat kepada Allah selaku yang menciptakan kita semua Dan pula Allah Zat wajib wujud,wajib disembah tiada tuhan Selain Allah itu Harga mari.jangan lupa selalu kunjungi rama-aswaja.blogspot.com.

marilah kita shalat agar tubuh kita sehat

Shalat adalah suatu perintah yang wajib kita kerjakan walau dalam keadaan sakit,tiada alasan untuk bisa meninggallkan shalat bagi kita orang ber iman karena itu beda kita sama orang kafir Laktatullah.By rama-aswaja.blogsppot.com

cara membuat blog sejuta pengunjung dalam sehari

Kita selaku adam adam tiada yang terluput dari kesalahan/dosa.Baik itu dosa kecil Atau dosa besar,oleh karena itu marilah kita bertaubat dari segala kesalahan karena itu satu-satunya cara.By rama-aswaja.blogspot.com

Code teks berjalan

Tunggu apa lagi para sahabat blogger mari kita berkreasi untuk menghiasi blg kita.jangan sampai ketinggalan update informasi terbaru dari blog By rama-aswaja.blogspot.com

Tuesday, April 12, 2016

Filipina Tolak TNI Ikut Bebaskan WNI yang Disandera Abu Sayyaf

abu-sayyaf_20160329_144244
TNI (Tribunnews.com)
KLIKKABAR.COM – Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) meyakini operasi pembebasan sandera asal Indonesia yang kini ditawan militan Abu Sayyaf, masih bisa mereka tangani sendiri. Dengan begitu, tawaran bantuan militer Indonesia yang sekarang sudah menyiagakan armada tempur di Tarakan serta Bitung, ditolak secara halus, seperti dilansir inquirer.net.
Militer Filipina memiliki prinsip tersendiri, sehingga sulit mengizinkan pasukan asing terlibat dalam pembebasan sandera itu. “Berdasarkan konstitusi, negara kami tidak mengizinkan adanya pasukan asing tanpa perjanjian khusus,” kata juru bicara AFP, Brigadir Jenderal Restituto Padilla saat dihubungi wartawan kemarin.
Pandangan serupa juga disuarakan oleh Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu. Sebagai dua bangsa bersahabat, Indonesia tak bisa begitu saja mencampuri yuridiksi Filipina dalam menganani kasus penculikan semacam ini. “Kecuali mereka meminta bantuan, baru kita ikut masuk,” ujarnya.
Padilla mengakui pembicaraan serta koordinasi tingkat tinggi antara pemerintah Filipina dan Indonesia tentang metode serta strategi pembebasan sandera masih berlangsung. Sejauh ini, pihaknya berupaya meyakinkan TNI bahwa AFP sendirian sudah mampu mengamankan para WNI tersebut yang disekap Abu Sayyaf kemungkinan di sebuah pulau kosong dekat Kepulauan Sulu.
Seperti diberitakan sebelumnya, 10 anak buah kapal Tugboat Brama, akhir pekan lalu, diketahui disandera kelompok separatis Abu Sayyaf. Kelompok itu meminta tebusan 50 juta peso, setara sekitar Rp 15 miliar. Kesepuluh sandera itu adalah Peter B Tonson (kapten), Julian Philip, Mahmud, Suriansyah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, Alvian Elvis Peti, serta Wendi Raknadian.
Mereka sudah disandera setidaknya dua hari sebelum 26 Maret. Mengenai perkembangan pembebasan sandera yang sedang berjalan, Brigjen Padilla mengingatkan bahwa pihaknya menerima banyak laporan kurang valid soal dugaan lokasi ke-10 WNI itu. “Kami menduga penculik sengaja menyebarkan isu-isu untuk menyesatkan intel kami,” ujarnya seperti dilansir the Manila Times, Kamis 31 Maret 2016.
Adapun TNI sudah menyiapkan 5 KRI yakni KRI Surabaya, KRI Acak, KRI Mandau, KRI Macan dan KRI Ahmad Yani. Selain itu juga akan dibantu antara lain dengan 1 unit helikopter, 2 pesawat fix Wing, serta Kopaska. Kota Tarakan di Kalimantan Utara, juga dipersiapkan untuk menjadi pusat komando lantaran posisinya yang strategis, seandainya Filipina mengizinkan mereka terlibat operasi pembebasan.**By.Rama
Share:

Monday, April 11, 2016

HUKUM NIKAH KONTRAK MENURUT PANDANGAN ISLAM

Oleh : KH.SAFWAN AL-NISAMIY

Pendahuluan
Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah kepada manusia (Lihat QS Ali ‘Imran [3] : 14). Hanya saja, manusia perlu memperhatikan dan berhati-hati bagaimana caranya dia menyalurkan nafsu seksual itu. Sebab manusia diberi pilihan berupa dua jalan oleh Allah SWT, yaitu jalan yang halal dan jalan yang haram (Lihat QS Al Balad [90] : 10; QS ِAsy Syam [91] : 8).

Jalan yang halal adalah melalui pernikahan yang sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Inilah satu-satunya jalan yang sah menurut syariah Islam dan diridhoi Allah  bagi seorang laki-laki untuk menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang perempuan. Sebaliknya jalan yang haram adalah jalan yang menyimpang dari syariah Islam dan tidak diridhoi Allah. Jalan buruk ini banyak sekali macamnya, misalnya perzinaan, lesbianisme, dan homoseksual. Salah satu bentuk perzinaan yang cukup marak saat ini adalah apa yang disebut dengan istilah “kawin kontrak”, yaitu perkawinan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu, misalnya sehari, dua hari, seminggu, dan sebagainya dengan imbalan sejumlah uang bagi pihak perempuan.

Apa dan bagaimanakah kawin kontrak itu? Bagaimanakah kawin kontrak itu dalam pandangan hukum Islam? Inilah tema yang akan dibahas dalam tulisan singkat kali ini.

Apakah Kawin Kontrak Itu?
Kawin kontrak itu mirip dengan kontrak rumah. Kalau seorang mengontrak rumah, jelas bukan untuk selama-lamanya, tapi hanya untuk jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Dan tentu ada bayaran sejumlah uang tertentu yang harus dibayarkan kepada pemilik rumah, misalnya Rp 10 juta per tahun.

Seperti itu pula yang disebut kawin kontrak. Perkawinan yang disebut kawin kontrak ini hanya berlangsung untuk waktu tertentu, misalnya sebulan, dua bulan, setahun, dan seterusnya. Dan untuk dapat melakukan kawin kontrak itu, ada sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Pembayaran ini utamanya adalah berupa mahar (maskawin), misalnya Rp 50 juta. Termasuk juga biaya-biaya hidup lainnya, seperti biaya makan sehari-hari, tempat tinggal, dan sebagainya. Jadi, yang namanya kawin kontrak adalah perkawinan yang hanya berlangsung sementara dalam jangka waktu tertentu, dengan imbalan sejumlah uang yang diterima oleh pihak perempuan.

Di Indonesia akhir-akhir ini kawin kontrak seperti itu cukup marak. Beberapa daerah yang kawin kontraknya cukup marak adalah di daerah Cianjur (Jawa Barat), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Jepara (Jawa Tengah). Namun fenomena kawin kontrak juga terjadi di luar negeri, seperti yang terjadi kalangan tenaga kerja wanita (TKW) dari Indonesia di Malaysia.
Di Cianjur, misalnya, kawin kontrak banyak terjadi di kawasan Cipanas dan Puncak, yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Kebanyakan pelakunya adalah turis laki-laki dari negeri-negeri Arab, seperti Arab Saudi, Kuwait, Irak, juga dari Turki. Pihak perempuannya berasal dari pelosok-pelosok kampung di wilayah Kabupaten Bogor, seperti kelurahan Cisarua, Desa Tugu Selatan, Tugu Utara, di Kecamatan Cisarua. Para perempuan ini pada umumnya tidak mencari pasangan laki-lakinya sendiri, melainkan ada semacam calo/makelar atau mak comblang yang menghubungkan mereka dengan turis laki-laki dari Arab.
Wanita yang disiapkan untuk kawin kontrak umumnya dipilih dari keluarga yang tingkat prekonomiannya rendah. Dengan iming-iming mulai dari Rp 5 juta-Rp 20 juta yang ditawarkan makelar, para orangtua rela melepas anak perempuannya untuk dikawini oleh para turis asing itu, meski hanya dalam waktu antara dua-tiga bulan saja, atau selama para turis itu berlibur di Indonesia pada musim liburan, yaitu bulan Mei dan Juni yang dikenal oleh penduduk dengan sebutan “musim Arab.” (megapolitan.kompas.com)
Tak hanya di dalam negeri, kawin kontrak juga terjadi di luar negeri. Di Malaysia, misalnya kasus kawin kontrak di kalangan TKW dari Indonesia biasanya terjadi dengan suami yang yang bukan berasal dari Indonesia. Calon suami ini juga bekerja sebagai tenaga kerja kontrak di Malaysia. Akad nikahnya dilaksanakan di masjid-masjid dengan imam atau penghulu dari Indonesia. Maskawinnya disepakati oleh kedua belah pihak sebelumnya, sesuai dengan kemampuan ekonomi calon suami. Kawin kontrak ini berakhir jika salah satu dari suami atau istri pulang ke negara asal karena visa dan izin kerja di Malaysia sudah berakhir. (birokrasi.kompasiana.com)
Proses kawin kontrak itu mirip seperti akad nikah pada umumnya. Ada saksi dan ada penghulu, juga ada ijab dan kabul, termasuk mahar yang disiapkan pada saat ijab kabul. Inilah yang membedakan kawin kontrak dengan prostitusi (pelacuran), karena pada prostitusi tidak ada upacara seperti umumnya akad nikah, misalnya saksi, penghulu, dan sebagainya. Namun kawin kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan perkawinan yang biasa, yaitu kawin kontrak hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu, misalnya sebulan. Jika waktu sebulan ini habis, maka otomatis pasangan kawin kontrak akan bercerai. Sedangkan dalam perkawinan biasa, jangka waktunya tidak ditentukan tapi berlangsung untuk selama-lamanya.

Mengapa kawin kontrak marak terjadi di Indonesia? Tentu banyak faktor penyebabnya. Selain faktor materi (uang) dan faktor syahwat, juga ada faktor longgarnya sistem hukum di Indonesia. Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, pelaku kawin kontrak tidak dianggap melanggar hukum, karena pasangan kawin kontrak dianggap melakukan akad nikah beneran secara sadar dan atas dasar suka sama suka. Biasanya yang dilaporkan kepada polisi bukan kasus kawin kontraknya itu sendiri, tapi hal-hal lain yang terjadi dalam kawin kontrak. Misalnya, ketika ada kasus suami memukul isteri, atau isteri menuntut karena bayaran yang dijanjikan suami kurang, dan sebagainya. (www.merdeka.com).

Kawin Kontrak Dalam Syariah Islam
Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan istilah nikah mut’ah. Hukumnya adalah haram dan akad nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja dengan orang sholat tanpa berwudhu’, maka sholatnya tidak sah alias batal. Tidak diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian pula orang yang melakukan kawin kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan tidak diterima Allah SWT sebagai amal ibadah.

Mengapa kawin kontrak tidak sah? Sebab nash-nash dalam Al Qur`an maupun Al Hadits tentang pernikahan tidak mengkaitkan pernikahan dengan jangka waktu tertentu. Pernikahan dalam Al Qur`an dan Al Hadits ditinjau dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu maksudnya untuk jangka waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu sementara. Maka dari itu, melakukan kawin kontrak yang hanya berlangsung untuk jangka waktu tertentu hukumnya tidak sah, karena bertentangan ayat Al Qur`an dan Al Hadits yang sama sekali tidak menyinggung batasan waktu.

Perlu diketahui ada hukum-hukum Islam yang dikaitkan dengan jangka waktu, misalnya masa pelunasan utang piutang  (QS Al Baqarah : 282); juga masa iddah, yaitu masa tunggu wanita yang dicerai (QS Al Baqarah : 231). Hukum-hukum Islam yang terkait waktu ini, otomatis pelaksanaannya akan berakhir jika jangka waktunya selesai. Namun hukum Islam tentang nikah, tidak dikaitkan dengan jangka waktu sama sekali. Kita bisa membuktikannya dengan membaca ayat-ayat yang membicarakan nikah, seperti QS An Nisaa` : 3;  QS An Nuur : 32; dan sebagainya. Ayat-ayat tentang nikah seperti ini sama sekali tidak menyebutkan jangka waktu. Maka perkawinan dalam Islam itu dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu tidak dilakukan untuk sementara waktu tetapi untuk selamanya (abadi).

Selain ayat-ayat Al Qur’an tersebut, keharaman kawin kontrak juga didasarkan hadits-hadits yang mengharamkan kawin kontrak (nikah mut’ah). Memang kawin kontrak pernah dibolehkan untuk sementara waktu pada masa awal Islam, tapi kebolehan ini kemudian di-nasakh (dihapus) oleh Rasulullah SAW pada saat Perang Khaibar sehingga kawin kontrak hukumnya sejak itu haram sampai Hari Kiamat nanti. Rasulullah SAW bersabda,”Wahai manusia, dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan kawin kontrak (mut’ah). Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya hingga Hari Kiamat…(HR. Muslim).  Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata kepada Ibnu Abbas RA,” Pada saat perang Khaibar, Rasulullah SAW melarang kawin kontrak (mut’ah) dan (juga melarang) memakan daging himar (keledai) jinak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Penutup
Jelaslah bahwa kawin kontrak itu hukumnya haram. Maka dari itu, orang yang melakukan kawin kontrak sesungguhnya bukan menikah secara halal, tapi telah berbuat zina yang merupakan dosa besar dalam Islam. Na’uzhu billahi min dzalik. Allah SWT berfirman (yang artinya),”Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Israa` [17] : 32).

Hendaklah kita semua dapat memilih jalan yang benar dan dan diridhoi Allah dalam menyalurkan nafsu seksual kita, yaitu pernikahan yang sah, bukan pernikahan secara kawin kontrak. Kalaupun kawin kontrak itu dapat menghasilkan materi (uang) dan kenikmatan, tapi ingatlah itu hanya sesaat di dunia yang fana ini. Akibatnya di akhirat bukanlah surga, melainkan neraka.  Camkan sabda Nabi Muhammad SAW,”Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan.” (HR Tirmidzi, no 2072, hadits shahih). Wallahu a’lam.
BY>RAMA
Share:

MENGAPA BABI DICIPTAKAN KALAU HARAM DIMAKAN

Salah satu pertanyaan kritis yang mungkin sering terlintas adalah “Mengapa babi diciptakan jika ia haram? Untuk apa diciptakan jika tidak ada kemanfaatan?”
Sedangkan kita sebagai muslim sangat tau bahwa Al Quran dengan tegas menyatakan haramnya daging babi. Bahkan, pengharaman babi disebutkan empat kali. Yakni di Surat Al Baqarah ayat 173, Surat Al Maidah ayat 3, surat Al An’am ayat 145 dan surat An Nahl ayat 115. Ternyata dibalik ciptaan salah satu hewan yang haramkan itu ada alasan dan hikmah yang bisa menjadi pelajaran bagi kita umat muslim. Antara lain adalah:Penjelasan-Mengapa-Babi-Diharamkan---Dunia-Wanita
  1. Untuk menguji manusia
Babi yang diharamkan sebenarnya merupakan ujian untuk manusia seberapa ia patuh kepada Sang Pencipta. Manusia yang memakannya, maka ia tidak lulus dalam ujian itu. Manusia yang berpegang teguh pada larangan Allah dengan tidak memakannya, maka ia lulus dalam ujian itu.
“Dialah (Allah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang paling baik amalnya”. (QS. Al Mulk: 2).
  1. Sarana meneguhkan manusia sebagai khalifatullah
Manusia adalah khalifatullah fil ardh yang bertugas memakmurkan bumi. Banyak hewan yang dikira tidak memiliki manfaat, ternyata membuat manusia menjadi kreatif dan berdaya. Termasuk babi. Dengan adanya babi, manusia bisa mengetahui tentang berbagai (bibit) penyakit yang dibawa binatang itu dan tertantang untuk meneliti obatnya.Seperti diketahui, babi mengandung cacing pita bahkan merupakan carier virus flu babi (swine influenza).babi diciptakan
  1. Sebagai pelajaran agar tidak menjadi sepertinya
Babi dikenal sebagai binatang yang malas, jorok dan rakus. Begitu joroknya babi, ia sampai memakan kotorannya sendiri. Bahkan, makanan yang akan dimakan kadang-kadang dikencingi dulu sebelum dilahap. Rakusnya babi bisa dilihat dari makanan apapun yang ada di depannya akan dilahap. Sampah dan kotoran pun dilahap. Bahkan demi memuaskan kerakusannya, makanan yang telah memenuhi perutnya dimuntahkan kemudian dimakannya kembali. Babi diciptakan.
Adanya babi selayaknya mengingatkan manusia agar tidak malas, tidak jorok dan tidak rakus. Allah SWT menggunakan babi sebagai perlambang keburukan. Bahkan, ada kaum terdahulu yang dikutuk menjadi babi karena perbuatan buruknya.
Katakanlah (Muhammad), “Apakah aku akan beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang fasik) di sisi Allah? Yaitu, orang yang dilaknat dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut.” Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus. (QS. Al Maidah: 60).
Nah sob, banyak alasan dan hikmah yang sudah di jelaskan kenapa babi diciptakan tapi haram. Karena setiap ciptaan Allah seburuk-buruknya ciptaan tentu ada manfaatnya. Hanya saja kita sebagai manusia kadang tidak bisa memaknai atau bahkan memahami pesan Allah yang tersirat dalam setiap ciptaannya.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah ya sob, dijauhkan dari bahaya haram, mendapat hidayah untuk terus mencari tau pesan-pesan Allah yang tersirat dan didekatkan dengan segala hal yang jelas dan halal. Amin….
Share:

Hukum Suami yang Meminum Air Susu Istrinya Menurut Islam

Islam merupakan agama yang sangat terbuka dan bisa diterima oleh siapapun, sepanjang tidak terkait dengan deskripsi praktik dan detil, maka semua bisa terbuka, dan dibolehkan untuk dibicarakan. Tak terkecuali urusan rumah tangga.
Dalam hubungan suami-istri pasti banyak hal yang akan terjadi, mulai dari hal-hal yang persifat sensitif, private hingga komunikasi dalam berbagai hal yang semuanya telah diatur oleh agama. Terdapat satu hal yang kemungkinan tidak terhindarkan dalam hubungan suami istri yaitu percumbuan sebelum dan ketika melakukan hubungan yang menurut agama merupakan ibadah yang suci. Bagaimana jika istri kemudian tengah berada dalam kondisi menyusui? Sedangkan si suami suka bercumbu dengan sesekali meminum susu sang istri. Nah pertanyaannya, bagaimana Islam menghukuminya?suami-istri bercumbu
Dibolehkan bagi suami untuk menghisap puting istrinya begitulah Islam membuka. Bahkan hal ini dianjurkan, namun catatan jika dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis sang istri. Sebagaimana pihak laki-laki yang juga menginginkan agar istrinya memenuhi kebutuhan biologis dirinya.
Adapun ketika kondisi istri sedang menyusui bayi, kemudian suami ikut meminum susu istri, menurut para ulama ada bebarapa pendapat; Madzhab Hanafi berselisih pendapat. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang me-makruh-kan. Dalam Al-Fatawa al-Hindiyah (5/356) disebutkan, “Tentang hukum minum susu wanita, untuk laki-laki yang sudah baligh tanpa ada kebutuhan mendesak, termasuk perkara yang diperselisihkan ulama belakangan.”menyusui-bayi-suami
Dalam Fathul Qadir (3/446) disebutkan pertanyaan dan jawaban, “Bolehkah menyusu setelah dewasa? Ada yang mengatakan tidak boleh. Karena susu termasuk bagian dari tubuh manusia, sehingga tidak boleh dimanfaatkan, kecuali jika terdapat kebutuhan yang mendesak.”

Keluar dari perselisihan ulama. Karena ada sebagian yang melarang, meskipun hanya dihukumi makruh. Bahwa suami yang pernah minum susu istrinya, tidaklah menyebabkan dirinya menjadi anak persusuan bagi istrinya.ibu-menyusui-anaknya
Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin mengatakan: “Menyusui orang dewasa tidak memberi dampak apapun, karena menyusui seseorang yang menyebabkan adanya hubungan persusuan adalah menyusui sebanyak lima kali atau lebih dan dilakukan di masa anak itu belum usia disapih. Adapun menyusui orang dewasa tidak memberikan dampak apapun. Oleh karena itu, andaikan ada suami yang minum susu istrinya, maka si suami ini TIDAK kemudian menjadi anak sepersusuannya,” (Fatawa Islamiyah, 3/338). Demikianlah pendapat beberapa ulama mengenai suami yang menyusu pada istrinya, semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk kebenaran dan kebaikan pada kita semua.
Share:

Thursday, April 7, 2016

KITAB YANG MENOLAK FAHAM SESAT WAHABI


An-Nushush al-Isamiyyah fi Radd al-Wahhabiyyah
Kitab berjudul “An-Nushush al-Isamiyyah fi Radd al-Wahhabiyyah” karya salah seorang ulama Indonesia asal Gresik, Syekh Faqih Abdul Jabbar, dianggap sebagai karangan berbahasa Arab pertama yang membantah paham Islam anti-madzhab seperti Wahabi.

"Ini kitab pertama ulama Indonesia berbahasa Arab yg mengkritik aliran Wahabi, terbit pada tahun 1922, sebelum lahirnya NU," ujar Ketua Aswaja NU Center Jombang Ustadz Yusuf Suharto, Kamis (19/02), dalam Pembekalan Aswaja yang diselenggarakan MWCNU Mojowarno, Jombang, Jawa Timur.

Selain kitab tersebut, di Tanah Air karangan berbahasa Arab generasi awal yang juga mengkritik Wahabi adalah Risalah Ahlissunnah wal Jama'ah karya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Syarah al-Kawakib al-Lama'ah karya Syekh Abi Fadhl Senori (Mbah Fadhol). Keduanya berisi penjelasan paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).

Yusuf mengingatkan, kitab ini karangan Kiai Faqih mengingatkan dua aliran yang tidak sesuai dengan Aswaja, yakni Hasyawiyah dan Mu’tazilah.

"Hasyawiyah adalah aliran yang berpegangan dengan dhahir (bentuk luar)-nya teks, walaupun itu bertentangan dengan akal. Misalnya ayat yang jika dibiarkan apa adanya akan mengarah pada pemaknaan tajsim (menyifatkan wujud jasmani) kepada Allah. Sisi lain, mu’tazilah yang bertindak sebaliknya, mengunggulkan akal di atas nash,” urainya.

Adapun Aswaja, lanjut Yusuf, mengaplikasikan syara' dan akal secara bersama dan proporsional. Menurutnya, paham tekstualis (hasyawiyah) ini bisa mengarah kepada mudahnya seseorang mengeluarkan vonis bid’ahkan atau kafir kepada aliran lain yang tidak sepaham. Baginya, ini bencana ilmiah, seperti terlihat pada kelompok ISIS yang memahami teks suci secara sepotong-potong.
Share:

MAZHAB AHLUSSUNNAH MATURIDIAH DAN AL-ASYARIAH

Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah menuliskan bahwa produk-produk hukum yang berkembang dalam disiplin ilmu fiqih yang digali dari berbagai dalil-dalil syari’at menghasilkan banyak perbedaan pendapat antara satu imam mujtahid dengan lainnya. Perbedaan pendapat di antara mereka tentu disebabkan banyak alasan, baik karena perbedaan pemahaman terhadap teks-teks yang tidak sharîh, maupun karena adanya perbedaan konteks. Demikian maka perbedaan pendapat dalam produk hukum ini sesuatu yang tidak dapat dihindari. Namun demikian, setiap produk hukum yang berbeda-beda ini selama dihasilkan dari tangan seorang ahli ijtihad (Mujtahid Muthlak) maka semuanya dapat dijadikan sandaran dan rujukan bagi siapapun yang tidak mencapai derajat mujtahid, dan dengan demikian masalah-masalah hukum dalam agama ini menjadi sangat luas. Bagi kita, para ahli taqlîd; orang-orang yang tidak mencapai derajat mujtahid, memiliki keluasan untuk mengikuti siapapun dari para ulama mujtahid tersebut.

Dari sekian banyak imam mujtahid, yang secara formulatif dibukukan hasil-hasil ijtihadnya dan hingga kini madzhab-madzhabnya masih dianggap eksis hanya terbatas kepada Imam madzhab yang empat saja, yaitu; al-Imâm Abu Hanifah an-Nu’man ibn Tsabit al-Kufy (w 150 H) sebagai perintis madzhab Hanafi, al-Imâm Malik ibn Anas (w 179 H) sebagai perintis madzhab Maliki, al-Imâm Muhammad ibn Idris asy-Syafi’i (w 204 H) sebagai perintis madzhab Syafi’i, dan al-Imâm Ahmad ibn Hanbal (w 241 H) sebagai perintis madzhab Hanbali. Sudah barang tentu para Imam mujtahid yang empat ini memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni hingga mereka memiliki otoritas untuk mengambil intisari-intisari hukum yang tidak ada penyebutannya secara sharîh, baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits-hadits Rasulullah. Selain dalam masalah fiqih (Furû’iyyah), dalam masalah-masalah akidah (Ushûliyyah) para Imam mujtahid yang empat ini adalah Imam-Imam teolog terkemuka (al-Mutakllimûn) yang menjadi rujukan utama dalam segala persoalan teologi. Demikian pula dalam masalah hadits dengan segala aspeknya, mereka merupakan tumpuan dalam segala rincinan dan berbagai seluk-beluknya (al-Muhadditsûn). Lalu dalam masalah tasawwuf yang titik konsentrasinya adalah pendidikan dan pensucian ruhani (Ishlâh al-A’mâl al-Qalbiyyah, atau Tazkiyah an-Nafs), para ulama mujtahid yang empat tersebut adalah orang-orang terkemuka di dalamnya (ash-Shûfiyyah). Kompetensi para Imam madzhab yang empat ini dalam berbagai disiplin ilmu agama telah benar-benar ditulis dengan tinta emas dalam berbagai karya tentang biografi mereka.

Pada periode Imam madzhab yang empat ini kebutuhan kepada penjelasan masalah-masalah fiqih sangat urgen dibanding lainnya. Karena itu konsentrasi keilmuan yang menjadi fokus perhatian pada saat itu adalah disiplin ilmu fiqih. Namun demikian bukan berarti kebutuhan terhadap Ilmu Tauhid tidak urgen, tetap hal itu juga menjadi kajian pokok di dalam pengajaran ilmu-ilmu syari’at, hanya saja saat itu pemikiran-pemikiran ahli bid’ah dalam masalah-masalah akidah belum terlalu banyak menyebar. Benar, saat itu sudah ada kelompok-kelompok sempalan dari para ahli bid’ah, namun penyebarannya masih sangat terbatas. Dengan demikian kebutuhan terhadap kajian atas faham-faham ahli bid’ah dan pemberantasannya belum sampai kepada keharusan melakukan kodifikasi secara rinci terhadap segala permasalahan akidah Ahlussunnah. Namun begitu, ada beberapa karya teologi Ahlussunnah yang telah ditulis oleh beberapa Imam madzhab yang empat, seperti al-Imâm Abu Hanifah yang telah menulis lima risalah teologi; al-Fiqh al-Akbar, ar-Risâlah, al-Fiqh al-Absath, al-‘Âlim Wa al-Muta’allim, dan al-Washiyyah, juga al-Imâm asy-Syafi’i yang telah menulis beberapa karya teologi. Benar, perkembangan kodifikasi terhadap Ilmu Kalam saat itu belum sesemarak pasca para Imam madzhab yang empat itu sendiri.

Seiring dengan semakin menyebarnya berbagai penyimpangan dalam masalah-masalah akidah, terutama setelah lewat paruh kedua tahun ke tiga hijriyah, yaitu pada sekitar tahun 260 hijriyah, yang hal ini ditandai dengan menjamurnya firqah–firqah dalam Islam, maka kebutuhan terhadap pembahasan akidah Ahlussunnah secara rinci menjadi sangat urgen. Pada periode ini para ulama dari kalangan empat madzhab mulai banyak membukukan penjelasan-penjelasan akidah Ahlussunnah secara rinci hingga kemudian datang dua Imam agung; al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari (w 324 H) dan al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H). Kegigihan dua Imam agung ini dalam membela akidah Ahlussunnah, terutama dalam membantah faham rancu kaum Mu’tazilah yang saat itu cukup mendapat tempat, menjadikan keduanya sebagai Imam terkemuka bagi kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah. Kedua Imam agung ini tidak datang dengan membawa faham atau ajaran yang baru, keduanya hanya melakukan penjelasan-penjelasan secara rinci terhadap keyakinan yang telah diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya ditambah dengan argumen-argumen rasional dalam mambantah faham-faham di luar ajaran Rasulullah itu sendiri. Yang pertama, yaitu al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari, menapakkan jalan madzhabnya di atas madzhab al-Imâm asy-Syafi’i. Sementara yang kedua, al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi menapakan madzhabnya di atas madzhab al-Imâm Abu Hanifah. Di kemudian hari kedua madzhab Imam agung ini dan para pengikutnya dikenal sebagai al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah.

Penamaan Ahl as-Sunnah adalah untuk memberikan pemahaman bahwa kaum ini adalah kaum yang memegang teguh ajaran-ajaran Rasulullah, dan penamaan al-Jamâ’ah untuk menunjukan para sahabat Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti mereka di mana kaum ini sebagai kelompok terbesar dari umat Rasulullah. Dengan penamaan ini maka menjadai terbedakan antara faham yang benar-benar sesuai ajaran Rasulullah dengan faham-faham firqah sesat seperti Mu’tazilah (Qadariyyah), Jahmiyyah, dan lainnya. Akidah Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah sebagai akidah Ahlussunnah dalam hal ini adalah keyakinan mayoritas umat Islam dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Termasuk dalam golongan Ahlussunnah ini adalah para ulama dari kalangan ahli hadits (al-Muhadditsûn), ulama kalangan ahli fiqih (al-Fuqahâ), dan para ulama dari kalangan ahli tasawuf (ash-Shûfiyyah).

Penyebutan Ahlusunnah dalam dua kelompok ini (Asy’ariyyah dan Maturidiyyah) bukan berarti bahwa mereka berbeda satu dengan lainnya, tapi keduanya tetap berada di dalam satu golongan yang sama. Karena jalan yang telah ditempuh oleh al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari dan al-Imâm Abu Mansur al-Maturidi di dalam pokok-pokok akidah adalah jalan yang sama. Perbedaan yang terjadi di antara Asy’ariyyah dan Maturidiyyah adalah hanya dalam masalah-masalah cabang akidah saja (Furû’ al-‘Aqîdah), yang hal tersebut tidak menjadikan kedua kelompok ini saling menghujat atau saling menyesatkan satu atas lainnya. Contoh perbedaan tersebut, prihal apakah Rasulullah melihat Allah saat peristiwa Mi’raj atau tidak? Sebagian sahabat, seperti Aisyah, Abdullah ibn Mas’ud mengatakan bahwa ketika itu Rasulullah tidak melihat Allah. Sedangkan sahabat lainnya, seperti Abdullah ibn Abbas mengatakan bahwa ketika itu Rasulullah melihat Allah dengan mata hatinya. Dalam pendapat Abdullah ibn Abbas; Allah telah memberikan kemampuan kepada hati Rasulullah untuk dapat melihat-Nya. Perbedaan Furû’ al-‘Aqîdah semacam inilah yang terjadi antara al-Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah, sebagaimana perbedaan tersebut telah terjadi di kalangan sahabat Rasulullah. Kesimpulannya, kedua kelompok  ini masih tetap berada dalam satu ikatan al-Jamâ’ah, dan kedua kelompok ini adalah kelompok mayoritas umat Rasulullah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang disebut dengan al-Firqah an-Nâjiyah, artinya sebagai satu-satunya kelompok yang selamat.
Share:

PRINSIP AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Sebelumnya kita sudah membahas mengenai Prinsip Ahlussunnah Wal Jama'ah. Prinsip tersebut haruslah dibuktikan dalam segala bidang ajaran agama Islam, harus pula kita pertahankan, pelihara dan kembangkan dengan sebaik-baiknya sehingga memancarkan cahaya terang benderang bagi manusia di sekitarnya. Dengan demikian manusia di sekitarnya akan turut menjadi terang dan terlepas dari kegelapan yang menjadi penghambat kemurnian ajaran Islam.

Beberapa hal dapat kita kemukakan sebagai bukti penerapan Prinsip Ahlussunnah Wal Jama'ah tersebut adalah :

A) Bidang Aqidah

  1. Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasi rasional) dengan dalil naqli (nash Al-Qur'an dan Al-Hadis).
  2. Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah di luar agama Islam.
  3. Tidak terburu-buru menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka yang karena satu dan lain hal belum dapat memahami Tauhid atau Aqidah semurni-murninya.
B) Bidang Syariah
  1. Selalu berpegang pada Al-Qur'an dan Al-Hadis dengan menggunakan metode dan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan melalui jalur yang wajar.
  2. Pada masalah yang sudah ada dalil Nash yang sharih dan qath'i (tegas dan pasti) tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
  3. Pada masalah yang zanniyat (tidak tegas dan tidak pasti) dapat ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama Islam.
C) Bidang Akhlak
  1. Tidak mencegah bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan agama Islam dengan riyadhah dan mujahadah manurut kaifiyah yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum dan ajaran Islam.
  2. Menegah ekstrimisme dan sikap berlebihan yang dapat menjerumuskan orang pada penyelewengan syariah.
  3. Berpedoman bahwa akhlak yang luhur selalu berada di antara dua ujung sikap yang terujung (Tatharruf).
D) Bidang Mu'asyarah
  1. Mengakui watak dan tabiat manusia yang selalu berkelompok dan bergolong-golongan berdasar atas unsur pengikatnya masing-masing.
  2. Pergaulan antar golongan harus diusahakan berdasarkan saling mengerti dan saling menghormati.
  3. Permusuhan terhadap suatu golongan hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang nyata memusuhi ummat Islam.
E) Bidang Kehidupan Bernegara
  1. Negara yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya.
  2. Penguasa Negara (Pemerintah) yang syah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati selama tidak menyeleweng dan atau memerintah ke arah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah swt.
  3. Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya.
F) Bidang Kebudayaan
  1. Kebudayaan termasuk di dalamnya adat istiadat, tata pakaian, kesenian dan lain sebagainya adalah hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar dan bagi pemeluk agama kebudayaan harus dinilai dan diukur dengan norma-norma hukum dan ajaran agama.
  2. Kebudayaan yang baik menurut Islam dari manapun datangnya dapat diterima dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Namun sebaliknya kebudayaan yang tidak baik menurut Islam harus ditinggalkan dan disingkirkan jauh-jauh.
  3. Yang lama dan baik dalam pandangan Islam kita pelihara dan kembangkan sedang yang baru dan lebih baik harus dicari dan dimanfaatkan.
  4. Tidak boleh ada sikap apriori yaitu selalu menerima yang lama dan menolak yang baru atau sebaliknya selalu menerima yang baru dan menolak yang lama.
G) Bidang Dakwah
  1. Berdakwah adalah mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang lebih baik, terutama menurut ukuran ajaran Islam. Tidak mungkin orang berhasil mengajak seseorang dengan cara yang tidak mengenakkan hati yang diajak. Berdakwah bukanlah menghukum.
  2. Berdakwah harus dilakukan dengan sasaran dan tujuan yang jelas, tidaklah hanyasekedar mengajar berbuat saja menurut selera.
  3. Berdakwah harus dilakukan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-petunjuk yang baik sebagaimana seorang dokter atau perawat terhadap pasien. Kalau terdapat kesulitan, maka kesulitan itu harus ditanggulangi dan diatasi dengan cara yang sebaik-baiknya.

Demikianlah beberapa hal penerapan prinsip Ahlussunnah Wal Jama'ah, tentunya di bidang-bidang lain pun akan dapat dijabarkan dengan sedemikian rupa.
Share:

Sunday, April 3, 2016

KEUTAMAAN KOTA SUCI MEKKAH AL_MUKARRAMAH



Kota Mekkah Almukarromah, Siapakah seorang muslim di dunia ini yang tidak mengenal salah satu dari 3 kota suci umat muslim selain kota kota madinah dan yerussalem di Palestina?. Disinilah tempat lahirnya agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sehingga sekarang bisa tersebar dan menjadi agama nomer dua yang diikuti oleh mayoritas penduduk di dunia. Mekkah atau juga disebut dengan bakkah merupakan kota yang penuh dengan rahmat dan barokah seperti yang dijelaskan dalam surat Ali Imron ayat 96 yang berbunyi:
 Ø¥ِÙ†َّ Ø£َÙˆَّÙ„َ بَÙŠْتٍ Ùˆُضِعَ Ù„ِلنَّاسِ Ù„َÙ„َّØ°ِÙŠ بِبَÙƒَّØ©َ Ù…ُبَارَكاً ÙˆَÙ‡ُدًÙ‰ Ù„ِّÙ„ْعَالَÙ…ِينَ
“Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran: 96)
Tapi kali ini duniaislam.web.id akan mengulas 5 keutamaan kota Mekkah, langsung saja:
  1. Bumi yang paling baik dan bumi yang paling dicintai oleh Rasulluah.
      
      Nabi pernah bersabda,” engkau ( Mekkah ) adalah sebaik-baik bumi dan engkau ( Mekkah )          adalah bumi yang paling kucinta".

        2.Satu kebaikan yang dilakukan akan dilipat gandakan 100.000 kali

Nabi bersabda,” tidak ada di muka bumi suatu tempat yang Allah mengangkat derajat satu kebaikan di dalamnya sebanyak 100.000 kebaikan kecuali Mekkah, barang siapa orang sholat di dalamnya maka ia akan ditinggikan pahalanya sebanyak 100.000 pahala sholat, barang siapa orang puasa di dalamnya maka ia akan ditinggikan pahalanya sebanyak 100.000 hari pahala puasa, barang siapa orang sshodaqoh sedirham  di dalamnya maka ia akan ditinggikan pahalanya sebanyak 100.000 dirham pahala shodaqoh, barang siapa orang menghatamkan Al-Qur’an sekali di dalamnya maka ia akan ditinggikan pahalanya sebanyak 100.000 khataman Al-Qur’an, barang siapa orang bertasbih sekali  di dalamnya maka ia akan ditinggikan pahalanya sebanyak 100.000 pahala tasbih”.
 . 3. Diampuni dosa-dosanya orang yang sholat dua rokaat di belakang maqom Ibrohim
   4.Orang yang sakit di Kota Makkah maka diharamkan jasadnya dari api neraka
   5. Kejahatan yang dilakukan di kota Mekkah dilipat gandakan  sebagimana kebaikan
Semoga kita semua dapat mengunjungi kota Makkah dan menunaikan ibadah haji. Amin
Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari 5 KEUTAMAAN KOTA MEKKAH
Share:

Sejarah Singkat tentang Al-BaihaQi Ulama Hadist

Imam Al Baihaqi, yang bernama lengkap Imam Al-Hafith Al-Mutaqin Abu Bakr Ahmed ibn Al-Hussein ibn Ali ibn Musa Al Khusrujardi Al-Baihaqi, adalah seorang ulama besar dari Khurasan (desa kecil di pinggiran kota Baihaq) dan penulis banyak buku terkenal.

Masa pendidikannya dijalani bersama sejumlah ulama terkenal dari berbagai negara, di antaranya Iman Abul Hassan Muhammed ibn Al-Hussein Al Alawi, Abu Tahir Al-Ziyadi, Abu Abdullah Al-Hakim, penulis kitab "Al Mustadrik of Sahih Muslim and Sahih Al-Bukhari", Abu Abdur-Rahman Al-Sulami, Abu Bakr ibn Furik, Abu Ali Al-Ruthabari of Khusran, Halal ibn Muhammed Al-Hafaar, dan Ibn Busran.

Para ulama itu tinggal di berbagai tempat terpencar. Oleh karenanya, Imam Baihaqi harus menempuh jarak cukup jauh dan menghabiskan banyak waktu untuk bisa bermajelis dengan mereka. Namun, semua itu dijalani dengan senang hati, demi memuaskan dahaga batinnya terhadap ilmu Islam.

As-Sabki menyatakan: "Imam Baihaqi merupakan satu di antara sekian banyak imam terkemuka dan memberi petunjuk bagi umat Muslim. Dialah pula yang sering kita sebut sebagai 'Tali Allah' dan memiliki pengetahuan luas mengenai ilmu agama, fikih serta penghapal hadits."

Abdul-Ghaffar Al-Farsi Al-Naisabouri dalam bukunya "Thail Tareekh Naisabouri": Abu Bakr Al-Baihaqi Al Hafith, Al Usuli Din, menghabiskan waktunya untuk mempelajari beragam ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya. Dia belajar ilmu aqidah dan bepergian ke Irak serta Hijaz (Arab Saudi) kemudian banyak menulis buku.

Imam Baihaqi juga mengumpulkan Hadits-hadits dari beragam sumber terpercaya. Pemimpin Islam memintanya pindah dari Nihiya ke Naisabor untuk tujuan mendengarkan penjelasannya langsung dan mengadakan bedah buku. Maka di tahun 441, para pemimpin Islam itu membentuk sebuah majelis guna mendengarkan penjelasan mengenai buku 'Al Ma'rifa'. Banyak imam terkemuka turut hadir.

Imam Baihaqi hidup ketika kekacauan sedang marak di berbagai negeri Islam. Saat itu kaum muslim terpecah-belah berdasarkan politik, fikih, dan pemikiran. Antara kelompok yang satu dengan yang lain berusaha saling menyalahkan dan menjatuhkan, sehingga mempermudah musuh dari luar, yakni bangsa Romawi, untuk menceraiberaikan mereka. Dalam masa krisis ini, Imam Baihaqi hadir sebagai pribadi yang berkomitmen terhadap ajaran agama. Dia memberikan teladan bagaimana seharusnya menerjemahkan ajaran Islam dalam perilaku keseharian.

Sementara itu, dalam Wafiyatul A'yam, Ibnu Khalkan menulis, "Dia hidup zuhud, banyak beribadah, wara', dan mencontoh para salafus shalih."

Beliau terkenal sebagai seorang yang memiliki kecintaan besar terhadap hadits dan fikih. Dari situlah kemudian Imam Baihaqi populer sebagai pakar ilmu hadits dan fikih.

Setelah sekian lama menuntut ilmu kepada para ulama senior di berbagai negeri Islam, Imam Baihaqi kembali lagi ke tempat asalnya, kota Baihaq. Di sana, dia mulai menyebarkan berbagai ilmu yang telah didapatnya selama mengembara ke berbagai negeri Islam. Ia mulai banyak mengajar.

Selain mengajar, dia juga aktif menulis buku. Dia termasuk dalam deretan para penulis buku yang produktif. Diperkirakan, buku-buku tulisannya mencapai seribu jilid. Tema yang dikajinya sangat beragam, mulai dari akidah, hadits, fikih, hingga tarikh. Banyak ulama yang hadir lebih kemudian, yang mengapresiasi karya-karyanya itu. Hal itu lantaran pembahasannya yang demikian luas dan mendalam.

Meski dipandang sebagai ahli hadits, namun banyak kalangan menilai Baihaqi tidak cukup mengenal karya-karya hadits dari Tirmizi, Nasa'i, dan Ibn Majah. Dia juga tidak pernah berjumpa dengan buku hadits atau Masnad Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Dia menggunakan Mustadrak al-Hakim karya Imam al-Hakim secara bebas.

Menurut ad-Dahabi, seorang ulama hadits, kajian Baihaqi dalam hadits tidak begitu besar, namun beliau mahir meriwayatkan hadits karena benar-benar mengetahui sub-sub bagian hadits dan para tokohnya yang telah muncul dalam isnad-isnad (sandaran atau rangkaian perawi hadits).

Di antara karya-karya Baihaqi, Kitab as-Sunnan al-Kubra yang terbit di Hyderabat, India, 10 jilid tahun 1344-1355, menjadi karya paling terkenal. Buku ini pernah mendapat penghargaan tertinggi.

Dari pernyataan as-Subki, ahli fikih, usul fikih serta hadits, tidak ada yang lebih baik dari kitab ini, baik dalam penyesuaian susunannya maupun mutunya.

Dalam karya tersebut ada catatan-catatan yang selalu ditambahkan mengenai nilai-nilai atau hal lainnya, seperti hadits-hadits dan para ahli hadits. Selain itu, setiap jilid cetakan Hyderabat itu memuat indeks yang berharga mengenai tokoh-tokoh dari tiga generasi pertama ahli-ahli hadits yang dijumpai dengan disertai petunjuk periwayatannya.

Itulah di antara sumbangsih dan peninggalan berharga dari Imam Baihaqi. Dia mewariskan ilmu-ilmunya untuk ditanamkan di dada para muridnya. Di samping telah pula mengabadikannya ke dalam berbagai bentuk karya tulis yang hingga sekarang pun tidak usai-usai juga dikaji orang.

Imam terkemuka ini meninggal dunia di Nisabur, Iran, tanggal 10 Jumadilawal 458 H (9 April 1066). Dia lantas dibawa ke tanah kelahirannya dan dimakamkan di sana. Penduduk kota Baihaq berpendapat, bahwa kota merekalah yang lebih patut sebagai tempat peristirahatan terakhir seorang pecinta hadits dan fikih, seperti Imam Baihaqi.

Sejumlah buku penting lain telah menjadi peninggalannya yang tidak ternilai. Antara lain buku "As-Sunnan Al Kubra", "Sheub Al Iman", "Tha La'il An Nabuwwa", "Al Asma wa As Sifat", dan "Ma'rifat As Sunnan cal Al Athaar".
Share:

API NERAKA DAN API DI DUNIA

Ketika Nabi Adam AS diturunkan ke bumi, beliau tidak lagi memperoleh makanan secara mudah seperti di surga. Beliau harus bekerja keras untuk memperoleh buah-buahan atau daging untuk dimakan. Ketika beliau memperoleh binatang buruan dan menyembelihnya, ternyata tidak bisa langsung dimakan begitu saja karena masih mentah dan tentunya tidak enak. Karena itu beliau berdoa kepada Allah agar diturunkan api untuk memasak.

Maka Allah SWT mengutus Malaikat Jibril meminta sedikit api kepada Malaikat Malik di neraka, untuk keperluan Nabi Adam tersebut. Malik berkata, “Wahai Jibril, berapa banyak engkau menginginkan api??”

Jibril berkata, “Aku menginginkan api neraka itu seukuran buah kurma!!”






Malik berkata, “Jika aku memberikan api neraka itu seukuran buah kurma, maka tujuh langit dan seluruh bumi akan hancur meleleh karena panasnya!!”

Jibril berkata, “Kalau begitu berikan saja kepadaku separuh buah kurma saja!!”

Malik berkata lagi, “Jika aku memberikan seperti apa yang engkau inginkan, maka langit tidak akan menurunkan air hujan setetespun, dan semua air di bumi akan mengering sehingga tidak ada satupun tumbuhan yang hidup!!”

Malaikat Jibril jadi kebingungan, sebanyak apa api neraka yang ‘aman’ untuk kehidupan di bumi?? Karena itu ia berdoa, “Ya Allah, sebanyak apa api neraka yang harus aku ambil untuk kebutuhan Adam di bumi??”

Allah berfirman, “Ambilkan api dari neraka sebesar zarrah (satuan terkecil, atom)!!”

Maka Jibril meminta api neraka kepada Malik sebesar zarrah dan membawanya ke bumi. Tetapi setibanya di bumi, Jibril merasakan api yang sebesar zarrah itu masih terlalu panas, maka beliau mencelupkan (membasuhnya) sebanyak tujuhpuluh kali ke dalam tujuhpuluh sungai yang berbeda. Baru setelah itu beliau membawanya kepada Nabi Adam, dan meletakkannya di atas gunung yang tinggi.

Tetapi begitu api tersebut diletakkan, gunung tersebut hancur berantakan. Tanah, batuan, besi dan semua saja yang ada di sekitar api itu menjadi bara yang sangat panas, dan mengeluarkan asap. Bahkan api yang sebesar zarrah itu terus masuk menembus bumi, dan hal itu membuat Jibril khawatir. Karena itu ia segera mengambil api tersebut dan membawanya kembali ke neraka. Bara terbakar yang ditinggalkan itulah yang sampai sekarang ini menjadi sumber api dunia, termasuk yang menjadi magma-magma di semua gunung berapi di bumi ini.

Tidak bisa dibayangkan bagaimana panasnya api neraka tersebut. Kalau bara api dunia itu umumnya berwarna merah, maka bara api neraka itu berwarna hitam kelam, seperti hitamnya gelap malam. Nabi SAW pernah menanyakan tentang keadaan api neraka itu, maka Malaikat Jibril berkata, “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan neraka, lalu menyalakan api neraka itu selama seribu tahun sehingga (baranya) berwarna merah. Kemudian (Allah) menyalakannya (menambah panasnya) selama seribu tahun lagi sehingga (baranya) berwarna putih, dan (Dia) menyalakannya (menambah panasnya) selama seribu tahun lagi sehingga (baranya) berwarna hitam. Maka neraka itu hitam kelam seperti hitamnya malam yang sangat gelap pekat, tidak pernah tenang kobaran apinya dan tidak pernah padam (berkurang) bara apinya!!”
Share:

CERITA UMAR BIN KHATAB


Biografi Umar bin Khattab

“Ya Allah, jadikanlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab.” Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatamah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.

Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua di dalam Islam setelah Abu Bakar. Nasabnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin ‘Adiy bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada kakeknya Ka’ab. Antara beliau dengan Rasulullah selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Khatamah binti Hasyim bin al Mughirah al Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau kunyah Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua dan memberi laqab (julukan) al Faruq.

Umar bin Khattab Masuk Islam

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya, dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum Jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.

Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Rasulullah. Waktu itu Rasulullah membaca surat al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- “Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy.” Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur’an bukan syair), lantas beliau berkata, “Kalau begitu berarti dia itu dukun.” Kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur’an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, “Telah terbetik lslam di dalam hatiku.” Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasulullah. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al ‘Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, “Mau kemana wahai Umar?” Umar bin Khattab menjawab, “Aku ingin membunuh Muhammad.” Lelaki tadi berkata, “Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?” Maka Umar menjawab, “Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu.” Tetapi lelaki tadi menimpali, “Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini.”

Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur’an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, “Kami tidak sedang membicarakan apa-apa.” Umar bin Khattab menimpali, “Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian.” Iparnya menjawab, “Wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?” Mendengar ungkapan tersebut Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.

Umar bin Khattab berkata, “Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.” Maka adik perempuannya berkata, “Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!” Lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.

Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, “Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, ‘Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.’ Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa.” Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, “Ada apa kalian?” Mereka menjawab, “Umar datang!” Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, “Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya.” Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya, “Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab.” Dan dalam riwayat lain, “Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.”

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam.”

Kepemimpinan Umar bin Khattab

Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al Qur’an dan as Sunnah setelah Abu Bakar.

Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah dan Abu Bakar. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan Islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.

Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636 M), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641 M, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639 M, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.

Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637 M, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641 M, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642 M), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644 M, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.

Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, “Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabat pun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun Hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan shalat sunah Tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum khamr (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.

Namun dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati. Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud dan wara’. Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, “Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, “Umar bin Khattab berkata, ‘Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah’.”

Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang. Beliau berjanji tidak akan makan minyak Samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya.

Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum’at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.

Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah. Sehingga jauh-jauh hari Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha Allah dan Rasulullah. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka dengan berkata, “Aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau Allah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.”

Wafatnya Umar bin Khattab

Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat. Beliau ditikam ketika sedang melakukan shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah (al Fairus dari Persia), budak milik al Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Rasulullah dan Abu Bakar, beliau wafat dalam usia 63 tahun.
Share:

Cerita nabi Khidir menjadi budak

Suatu ketika Nabi Khidr AS berjalan di pasar dan bertemu dengan seorang budak mukatab. Melihat penampilannya yang saleh, walau tidak mengenalnya sebagai Nabi Khidr, budak itu berkata, “Bersedekahlah padaku, semoga Allah memberkahi engkau!!”

Tanpa memperkenalkan diri atau membuka identitas dirinya, Nabi Khidr berkata, “Aku percaya bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti akan terjadi, tetapi aku tidak memiliki sesuatu apapun yang bisa kuberikan kepadamu!!”

Sang budak berkata, “Aku meminta kepadamu bi-wajhillah, bersedekalah kepadaku, karena aku melihat wajahmu sebagai orang yang baik (saleh), karena itu aku mengharap berkah darimu!!”

Beliau berkata, “Aku beriman kepada Allah, tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang bisa kuberikan kepadamu, kecuali jika engkau ingin menjual diriku sebagai budak!!”

Budak itu terpana memandang Nabi Khidr seolah tidak percaya, dirinya sendiri sebagai budak, bagaimana mungkin bisa menjual orang merdeka sebagai budak? Kemudian ia berkata, “Apakah hal itu boleh dilakukan??”

Beliau berkata, “Engkau telah meminta kepadaku dengan atas nama Allah Yang Maha Agung, dan aku tidak bisa mengecewakan engkau demi Wajah Tuhanku. Juallah aku, dan pergunakanlah hasilnya untuk memenuhi kebutuhanmu!!”

Budak tersebut adalah budak mukatab, atau disebut juga budak kitabah, yakni yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan jika bisa membayar harganya walau dengan mengangsur. Ia juga tidak dibebani pekerjaan tuannya, dan bebas berusaha untuk memperoleh uang penebusan dirinya.

Mendengar penuturan Nabi Khidr tersebut sang budak sangat gembira. Ia segera membawa beliau ke tempat penjualan budak, dan terjual seharga empatratus dirham, cukup untuk membayar pembebasan dirinya. Tinggallah Nabi Khidr bersama ‘tuannya’ yang membelinya, tetapi selama beberapa hari lamanya beliau tidak diperintahkan apa-apa. Tampaknya orang yang membeli beliau itu orang yang baik, ia tidak tega ‘membebani’ beliau dengan pekerjaan karena beliau kelihatan sangat lemah dan berusai sangat tua.

Nabi Khidr merasa tidak enak karena orang itu telah membayar mahal tetapi tidak memperoleh manfaat apa-apa dari dirinya. Suatu ketika tuannya itu akan pergi untuk suatu keperluan, beliau berkata, “Anda telah membeli diriku sebagai budak, maka perintahkanlah pada diriku untuk mengerjakan sesuatu!!”

Orang itu, yang juga tidak mengetahui kalau budak yang dibelinya adalah Nabi Khidr, berkata, “Aku khawatir akan memberatkan dirimu, engkau tampak telah sangat tua dan lemah!!”

Beliau berkata, “Tidak ada sesuatu yang memberatkan diriku!!”

“Baiklah kalau engkau memaksa, “Kata orang itu, “Pindahkanlah batu-batu di halaman ini ke belakang!!”

Di halaman rumah orang itu memang banyak berserak batu-batu yang cukup besar, yang membutuhkan beberapa hari untuk dipindahkan ke belakang rumahnya. Jika dipindahkan dalam satu hari, membutuhkan setidaknya enam orang yang cukup kuat dan kekar. Belum setengah hari, orang itu telah kembali ke rumah dan batu-batu itu telah dipindahkan semuanya ke belakang. Orang itu berkata kepada Nabi Khidr, “Baik sekali pekerjaanmu, sungguh engkau mempunyai kekuatan yang tidak kusangka-sangka!!”

Suatu ketika orang itu memanggil Nabi Khidr dan berkata, “Aku akan pergi beberapa hari lamanya, jagalah keluargaku dengan baik!!”

Beliau berkata, “Baiklah, tetapi perintahkanlah pula aku mengerjakan sesuatu!!”

Orang itu berkata, “Aku khawatir akan memberatkan dirimu!!”

Beliau berkata lagi, “Tidak ada sesuatu yang akan memberatkan diriku!!”

Orang itu terdiam sejenak, ia sungguh tidak tega memberi beban pekerjaan kepada orang yang telah tampak sangat tua tersebut, tetapi karena memaksa, ia berkata, “Jika demikian, buatlah batu bata, aku akan membuat rumah setelah pulang dari perjalanan ini!!”

Tentu saja pekerjaan yang amat mudah bagi Nabi Khidr, bahkan lebih dari itupun beliau bisa melakukannya, karena beliau memang dikarunia Allah berbagai macam karamah. Beberapa hari berlalu, orang itu pulang kembali tetapi ia tidak menemukan tumpukan batu bata, sebaliknya ia melihat suatu rumah cukup megah, sesuai dengan yang direncanakannya, pada tempat yang disiapkannya. Ia tidak mengerti, padahal ia tidak pernah menceritakan gambaran rumah yang ingin dibangunnya kepada siapapun.

Orang itu segera menemui Nabi Khidr di tempatnya, dan berkata, “Aku akan bertanya kepadamu bi-wajhillah, siapakah sebenarnya engkau ini!!”

Nabi Khidr berkata, “Engkau telah bertanya kepadaku dengan kata bi-wajhillah, dan kata bi-wajhillah itulah yang menjadikan aku sebagai budak. Aku sesungguhnya Khidr yang namanya telah sering engkau dengar ……!!”

Kemudian Nabi Khidr menceritakan peristiwa yang beliau alami sehingga menjadi budak, dan beliau menutup ceritanya dengan berkata, “Barang siapa yang diminta dengan perkataan bi-wajhillah, lalu menolak permintaan orang itu padahal ia mampu memberi, maka pada hari kiamat ia akan datang dengan jasad tanpa daging, dan nafasnya akan terengah-engah tanpa henti!!”

Perasaan orang itu bercampur baur antara senang, takut, haru, khawatir, dan berbagai perasaan lainnya. Siapakah orang saleh di masa itu yang tidak ingin bertemu dengan Nabi Khidr? Siapapun pasti menginginkannya, dan tanpa menyadarinya ia telah tinggal bersama beliau selama berhari-hari. Ia berkata, “Aku beriman kepada Allah, dan aku telah menyusahkan dirimu, wahai Nabiyallah, andaikata aku tahu tidak perlu terjadi peristiwa seperti ini!!”

Nabi Khidr berkata, “Tidak mengapa, engkau adalah orang yang baik!!”

Orang itu berkata, “Wahai Nabiyallah, silahkanlah engkau mengatur rumah dan keluargaku sesuka engkau, atau bila ingin bebas dari perbudakan ini, aku akan memerdekakan!!”

Nabi Khidr berkata, “Aku ingin engkau memerdekakan aku, agar aku bisa bebas beribadah kepada Allah!!”




Share:

pesan

Entri Populer

Join This Site

Blogger news

Recent Posts

Unordered List