Oleh : KH.SAFWAN AL-NISAMIY
Pendahuluan
Nafsu seksual (syahwat) seorang pria kepada perempuan adalah hal yang
fitrah, yaitu hal yang alamiah yang telah ditetapkan adanya oleh Allah
kepada manusia (Lihat QS Ali ‘Imran [3] : 14). Hanya saja, manusia perlu
memperhatikan dan berhati-hati bagaimana caranya dia menyalurkan nafsu
seksual itu. Sebab manusia diberi pilihan berupa dua jalan oleh Allah
SWT, yaitu jalan yang halal dan jalan yang haram (Lihat QS Al Balad [90]
: 10; QS ِAsy Syam [91] : 8).
Jalan yang halal adalah melalui pernikahan yang sah antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan. Inilah satu-satunya jalan yang sah
menurut syariah Islam dan diridhoi Allah bagi seorang laki-laki untuk
menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang perempuan. Sebaliknya jalan
yang haram adalah jalan yang menyimpang dari syariah Islam dan tidak
diridhoi Allah. Jalan buruk ini banyak sekali macamnya, misalnya
perzinaan, lesbianisme, dan homoseksual. Salah satu bentuk perzinaan
yang cukup marak saat ini adalah apa yang disebut dengan istilah “kawin
kontrak”, yaitu perkawinan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu,
misalnya sehari, dua hari, seminggu, dan sebagainya dengan imbalan
sejumlah uang bagi pihak perempuan.
Apa dan bagaimanakah kawin kontrak itu? Bagaimanakah kawin kontrak
itu dalam pandangan hukum Islam? Inilah tema yang akan dibahas dalam
tulisan singkat kali ini.
Apakah Kawin Kontrak Itu?
Kawin kontrak itu mirip dengan kontrak rumah. Kalau seorang
mengontrak rumah, jelas bukan untuk selama-lamanya, tapi hanya untuk
jangka waktu tertentu, misalnya satu tahun. Dan tentu ada bayaran
sejumlah uang tertentu yang harus dibayarkan kepada pemilik rumah,
misalnya Rp 10 juta per tahun.
Seperti itu pula yang disebut kawin kontrak. Perkawinan yang disebut
kawin kontrak ini hanya berlangsung untuk waktu tertentu, misalnya
sebulan, dua bulan, setahun, dan seterusnya. Dan untuk dapat melakukan
kawin kontrak itu, ada sejumlah uang yang harus dibayarkan pihak
laki-laki kepada pihak perempuan. Pembayaran ini utamanya adalah berupa
mahar (maskawin), misalnya Rp 50 juta. Termasuk juga biaya-biaya hidup
lainnya, seperti biaya makan sehari-hari, tempat tinggal, dan
sebagainya. Jadi, yang namanya kawin kontrak adalah perkawinan yang
hanya berlangsung sementara dalam jangka waktu tertentu, dengan imbalan
sejumlah uang yang diterima oleh pihak perempuan.
Di Indonesia akhir-akhir ini kawin kontrak seperti itu cukup marak.
Beberapa daerah yang kawin kontraknya cukup marak adalah di daerah
Cianjur (Jawa Barat), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Jepara (Jawa
Tengah). Namun fenomena kawin kontrak juga terjadi di luar negeri,
seperti yang terjadi kalangan tenaga kerja wanita (TKW) dari Indonesia
di Malaysia.
Di Cianjur, misalnya, kawin kontrak banyak terjadi di kawasan Cipanas
dan Puncak, yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Kebanyakan pelakunya
adalah turis laki-laki dari negeri-negeri Arab, seperti Arab Saudi,
Kuwait, Irak, juga dari Turki. Pihak perempuannya berasal dari
pelosok-pelosok kampung di wilayah Kabupaten Bogor, seperti kelurahan
Cisarua, Desa Tugu Selatan, Tugu Utara, di Kecamatan Cisarua. Para
perempuan ini pada umumnya tidak mencari pasangan laki-lakinya sendiri,
melainkan ada semacam calo/makelar atau mak comblang yang menghubungkan
mereka dengan turis laki-laki dari Arab.
Wanita yang disiapkan untuk kawin kontrak umumnya dipilih dari
keluarga yang tingkat prekonomiannya rendah. Dengan iming-iming mulai
dari Rp 5 juta-Rp 20 juta yang ditawarkan makelar, para orangtua rela
melepas anak perempuannya untuk dikawini oleh para turis asing itu,
meski hanya dalam waktu antara dua-tiga bulan saja, atau selama para
turis itu berlibur di Indonesia pada musim liburan, yaitu bulan Mei dan
Juni yang dikenal oleh penduduk dengan sebutan “musim Arab.”
(megapolitan.kompas.com)
Tak hanya di dalam negeri, kawin kontrak juga terjadi di luar negeri.
Di Malaysia, misalnya kasus kawin kontrak di kalangan TKW dari
Indonesia biasanya terjadi dengan suami yang yang bukan berasal dari
Indonesia. Calon suami ini juga bekerja sebagai tenaga kerja kontrak di
Malaysia. Akad nikahnya dilaksanakan di masjid-masjid dengan imam atau
penghulu dari Indonesia. Maskawinnya disepakati oleh kedua belah pihak
sebelumnya, sesuai dengan kemampuan ekonomi calon suami. Kawin kontrak
ini berakhir jika salah satu dari suami atau istri pulang ke negara asal
karena visa dan izin kerja di Malaysia sudah berakhir.
(birokrasi.kompasiana.com)
Proses kawin kontrak itu mirip seperti akad nikah pada umumnya. Ada
saksi dan ada penghulu, juga ada ijab dan kabul, termasuk mahar yang
disiapkan pada saat ijab kabul. Inilah yang membedakan kawin kontrak
dengan prostitusi (pelacuran), karena pada prostitusi tidak ada upacara
seperti umumnya akad nikah, misalnya saksi, penghulu, dan sebagainya.
Namun kawin kontrak memiliki perbedaan yang jelas dengan perkawinan yang
biasa, yaitu kawin kontrak hanya berlangsung dalam jangka waktu
tertentu, misalnya sebulan. Jika waktu sebulan ini habis, maka otomatis
pasangan kawin kontrak akan bercerai. Sedangkan dalam perkawinan biasa,
jangka waktunya tidak ditentukan tapi berlangsung untuk selama-lamanya.
Mengapa kawin kontrak marak terjadi di Indonesia? Tentu banyak faktor
penyebabnya. Selain faktor materi (uang) dan faktor syahwat, juga ada
faktor longgarnya sistem hukum di Indonesia. Menurut hukum yang berlaku
di Indonesia, pelaku kawin kontrak tidak dianggap melanggar hukum,
karena pasangan kawin kontrak dianggap melakukan akad nikah beneran
secara sadar dan atas dasar suka sama suka. Biasanya yang dilaporkan
kepada polisi bukan kasus kawin kontraknya itu sendiri, tapi hal-hal
lain yang terjadi dalam kawin kontrak. Misalnya, ketika ada kasus suami
memukul isteri, atau isteri menuntut karena bayaran yang dijanjikan
suami kurang, dan sebagainya. (www.merdeka.com).
Kawin Kontrak Dalam Syariah Islam
Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan istilah nikah mut’ah. Hukumnya
adalah haram dan akad nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja
dengan orang sholat tanpa berwudhu’, maka sholatnya tidak sah alias
batal. Tidak diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian pula orang
yang melakukan kawin kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan
tidak diterima Allah SWT sebagai amal ibadah.
Mengapa kawin kontrak tidak sah? Sebab nash-nash dalam Al Qur`an
maupun Al Hadits tentang pernikahan tidak mengkaitkan pernikahan dengan
jangka waktu tertentu. Pernikahan dalam Al Qur`an dan Al Hadits ditinjau
dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu maksudnya untuk jangka
waktu selamanya, bukan untuk jangka waktu sementara. Maka dari itu,
melakukan kawin kontrak yang hanya berlangsung untuk jangka waktu
tertentu hukumnya tidak sah, karena bertentangan ayat Al Qur`an dan Al
Hadits yang sama sekali tidak menyinggung batasan waktu.
Perlu diketahui ada hukum-hukum Islam yang dikaitkan dengan jangka
waktu, misalnya masa pelunasan utang piutang (QS Al Baqarah : 282);
juga masa iddah, yaitu masa tunggu wanita yang dicerai (QS Al Baqarah :
231). Hukum-hukum Islam yang terkait waktu ini, otomatis pelaksanaannya
akan berakhir jika jangka waktunya selesai. Namun hukum Islam tentang
nikah, tidak dikaitkan dengan jangka waktu sama sekali. Kita bisa
membuktikannya dengan membaca ayat-ayat yang membicarakan nikah, seperti
QS An Nisaa` : 3; QS An Nuur : 32; dan sebagainya. Ayat-ayat tentang
nikah seperti ini sama sekali tidak menyebutkan jangka waktu. Maka
perkawinan dalam Islam itu dari segi waktu adalah bersifat mutlak, yaitu
tidak dilakukan untuk sementara waktu tetapi untuk selamanya (abadi).
Selain ayat-ayat Al Qur’an tersebut, keharaman kawin kontrak juga
didasarkan hadits-hadits yang mengharamkan kawin kontrak (nikah mut’ah). Memang kawin kontrak pernah dibolehkan untuk sementara waktu pada masa awal Islam, tapi kebolehan ini kemudian di-nasakh
(dihapus) oleh Rasulullah SAW pada saat Perang Khaibar sehingga kawin
kontrak hukumnya sejak itu haram sampai Hari Kiamat nanti. Rasulullah
SAW bersabda,”Wahai manusia, dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk
melakukan kawin kontrak (mut’ah). Dan sesungguhnya Allah telah
mengharamkannya hingga Hari Kiamat…(HR. Muslim). Ali bin Abi Thalib RA
pernah berkata kepada Ibnu Abbas RA,” Pada saat perang Khaibar,
Rasulullah SAW melarang kawin kontrak (mut’ah) dan (juga melarang) memakan daging himar (keledai) jinak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Penutup
Jelaslah bahwa kawin kontrak itu hukumnya haram. Maka dari itu, orang
yang melakukan kawin kontrak sesungguhnya bukan menikah secara halal,
tapi telah berbuat zina yang merupakan dosa besar dalam Islam. Na’uzhu billahi min dzalik.
Allah SWT berfirman (yang artinya),”Dan janganlah kamu mendekati zina,
sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang sangat keji dan suatu jalan
yang buruk.” (QS Al Israa` [17] : 32).
Hendaklah kita semua dapat memilih jalan yang benar dan dan diridhoi
Allah dalam menyalurkan nafsu seksual kita, yaitu pernikahan yang sah,
bukan pernikahan secara kawin kontrak. Kalaupun kawin kontrak itu dapat
menghasilkan materi (uang) dan kenikmatan, tapi ingatlah itu hanya
sesaat di dunia yang fana ini. Akibatnya di akhirat bukanlah surga,
melainkan neraka. Camkan sabda Nabi Muhammad SAW,”Yang paling banyak
memasukkan manusia ke dalam neraka adalah dua lubang, yaitu mulut dan
kemaluan.” (HR Tirmidzi, no 2072, hadits shahih). Wallahu a’lam.
BY>RAMA
Monday, April 11, 2016
Home »
Coretan Santri
» HUKUM NIKAH KONTRAK MENURUT PANDANGAN ISLAM
0 comments:
Post a Comment