Militer Filipina memiliki prinsip tersendiri, sehingga sulit mengizinkan pasukan asing terlibat dalam pembebasan sandera itu. “Berdasarkan konstitusi, negara kami tidak mengizinkan adanya pasukan asing tanpa perjanjian khusus,” kata juru bicara AFP, Brigadir Jenderal Restituto Padilla saat dihubungi wartawan kemarin.
Pandangan serupa juga disuarakan oleh Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu. Sebagai dua bangsa bersahabat, Indonesia tak bisa begitu saja mencampuri yuridiksi Filipina dalam menganani kasus penculikan semacam ini. “Kecuali mereka meminta bantuan, baru kita ikut masuk,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, 10 anak buah kapal Tugboat Brama, akhir pekan lalu, diketahui disandera kelompok separatis Abu Sayyaf. Kelompok itu meminta tebusan 50 juta peso, setara sekitar Rp 15 miliar. Kesepuluh sandera itu adalah Peter B Tonson (kapten), Julian Philip, Mahmud, Suriansyah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, Alvian Elvis Peti, serta Wendi Raknadian.
Mereka sudah disandera setidaknya dua hari sebelum 26 Maret. Mengenai perkembangan pembebasan sandera yang sedang berjalan, Brigjen Padilla mengingatkan bahwa pihaknya menerima banyak laporan kurang valid soal dugaan lokasi ke-10 WNI itu. “Kami menduga penculik sengaja menyebarkan isu-isu untuk menyesatkan intel kami,” ujarnya seperti dilansir the Manila Times, Kamis 31 Maret 2016.
Adapun TNI sudah menyiapkan 5 KRI yakni KRI Surabaya, KRI Acak, KRI Mandau, KRI Macan dan KRI Ahmad Yani. Selain itu juga akan dibantu antara lain dengan 1 unit helikopter, 2 pesawat fix Wing, serta Kopaska. Kota Tarakan di Kalimantan Utara, juga dipersiapkan untuk menjadi pusat komando lantaran posisinya yang strategis, seandainya Filipina mengizinkan mereka terlibat operasi pembebasan.**By.Rama
0 comments:
Post a Comment