Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya
adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan
matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum
pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yakni Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka
al-Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang
mencatat hadits), rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan
Shahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad.
Matan secara
bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau
lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang
akhir.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada
mereka melainkan jika mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak
tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori
oleh orang-orang Syi’ah.
Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin
(wafat tahun 110 H) rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits)
tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka
berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang
menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang
menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.’”[1]
Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti setiap sanad yang
sampai kepada mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi,
maka mereka menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila syarat-syarat
tersebut tidak terpenuhi, maka mereka menolaknya.
Abdullah bin al-Mubarak
(wafat th. 181 H) rahimahullah berkata: “Sanad itu termasuk dari agama, kalau
seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia
inginkan"[2]
Para ulama hadits telah
menetapkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok pembahasan bagi tiap-tiap sanad dan
matan, apakah hadits tersebut dapat diterima atau tidak. Ilmu yang membahas
tentang masalah ini ialah ilmu Mushthalah Hadits.
PEMBAGIAN
AS-SUNNAH MENURUT SAMPAINYA KEPADA KITA
As-Sunnah yang datang dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita dilihat dari segi sampainya
dibagi menjadi dua, yaitu mutawatir dan ahad. Hadits mutawatir ialah berita dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disampaikan secara bersamaan oleh
orang-orang kepercayaan dengan cara yang mustahil mereka bisa bersepakat untuk
berdusta.
Hadits mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
[1].
Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan
(menyampaikannya) dengan kalimat pasti.
[2]. Sandaran penyampaian kepada
sesuatu yang konkret, seperti penyaksian atau mendengar langsung,
seperti:
"sami'tu" = aku mendengar
"sami'na" = kami
mendengar
"roaitu" = aku melihat
"roainaa" = kami melihat
[3].
Bilangan (jumlah) mereka banyak, mustahil menurut adat mereka berdusta.
[4].
Bilangan yang banyak ini tetap demikian dari mulai awal sanad, pertengahan
sampai akhir sanad, rawi yang meriwayatkannya minimal 10 orang.[3]
Hadits ahad ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke
derajat mutawatir. Hadits-hadits ahad terbagi menjadi tiga macam.
[a].
Hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 3 sanad.
[b]. Hadits
‘aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 2 sanad.
[c]. Hadits gharib,
yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 1 sanad.[4]
0 comments:
Post a Comment